"Wangsa Sanjaya dan Syailendra: Dua Dinasti atau Satu Keluarga Besar yang Salah Paham???"

"Wangsa Sanjaya dan Syailendra: Dua Dinasti atau Satu Keluarga Besar yang Salah Paham???"

Sejarah Jawa klasik selalu menarik untuk dibahas, terutama ketika bicara tentang dua dinasti terkenal, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Syailendra... Selama bertahun-tahun, kita diajari di sekolah bahwa Wangsa Sanjaya adalah penganut Hindu Siwa dan membangun Candi Prambanan, sementara Wangsa Syailendra adalah pemeluk Buddha Mahayana yang bertanggung jawab atas megahnya Candi Borobudur... Tapi, apakah benar seperti itu??? Atau ini hanya kisah klasik yang terlanjur dipercaya karena sudah lama diwariskan???

Sejarah tidak seperti matematika yang punya jawaban pasti... Dalam sejarah, satu prasasti bisa memunculkan seribu teori, apalagi kalau yang meneliti adalah para ahli kolonial yang senang membuat spekulasi... Di sinilah cerita tentang "dua dinasti" dimulai—sebuah kisah yang lebih banyak plot twist daripada drama Korea...

---

Teori Dua Dinasti: Awal Mula Kebingungan

Kisah tentang dua dinasti ini pertama kali dipopulerkan oleh para ahli kolonial seperti F.H. van Naerssen, W.F. Stutterheim, dan George Coedes... Mereka mendasarkan teori ini pada Prasasti Mantyasih (907 M) yang ditemukan di Temanggung... Dalam prasasti itu, disebutkan nama-nama raja sebelum Raja Balitung... Para ahli ini langsung menyimpulkan bahwa daftar itu adalah silsilah Wangsa Sanjaya, yang mereka anggap beragama Hindu Siwa...

Lalu, mereka melihat Candi Borobudur yang begitu megah dengan segala simbol Buddhanya... Mereka berpikir, "Ah, pasti ini hasil karya dinasti lain, yaitu Wangsa Syailendra..." Teori ini semakin dipercantik dengan narasi bahwa dua dinasti ini hidup berdampingan, tetapi dengan kepercayaan yang berbeda...

Namun, seperti sinetron yang ceritanya penuh dengan rahasia keluarga, teori ini tidak bertahan lama... Pada tahun 1950-an, ahli sejarah Indonesia seperti Poerbatjaraka dan Boechari mulai mempertanyakan keabsahan teori tersebut... Menurut mereka, tidak ada bukti kuat bahwa Jawa pada masa klasik memiliki dua dinasti yang berbeda... Mereka berpendapat, hanya ada satu dinasti besar yang memerintah Jawa, yaitu Wangsa Syailendra... Bahkan, Rakai Sanjaya yang dikenal sebagai pemimpin Hindu juga diyakini bagian dari dinasti ini...

---

Prasasti yang Disalahpahami

Salah satu alasan mengapa teori dua dinasti ini runtuh adalah karena kesalahan dalam menafsirkan prasasti... Prasasti Mantyasih, yang dianggap sebagai bukti silsilah Wangsa Sanjaya, sebenarnya hanya daftar raja-raja lokal sebelum Balitung... Tidak ada istilah "Wangsa Sanjaya" yang disebutkan di sana... Yang ada hanyalah nama raja seperti Rakai Mataram dan Rakai Panangkaran, yang semuanya bisa jadi bagian dari dinasti Syailendra...

Selain itu, istilah "Sanjaya warsa" yang kadang muncul dalam prasasti, bukan berarti "wangsa" atau dinasti, tetapi merujuk pada sistem kalender yang digunakan pada masa itu... Jadi, teori bahwa Sanjaya adalah pendiri dinasti tersendiri hanyalah hasil spekulasi yang terlalu jauh...

---

Borobudur dan Prambanan: Simbol Cinta atau Kompetisi???

Mari kita bicara soal candi... Candi Borobudur, yang megah dan penuh ukiran Buddha, sering disebut sebagai mahakarya Wangsa Syailendra... Di sisi lain, Candi Prambanan, yang dipersembahkan untuk Trimurti (Siwa, Brahma, Wisnu), diklaim sebagai karya Wangsa Sanjaya...

Namun, ahli seperti Poerbatjaraka dan Boechari punya pandangan berbeda... Mereka percaya kedua candi ini dibangun oleh satu dinasti yang sama, yaitu Wangsa Syailendra... Perbedaan agama tidak berarti perbedaan dinasti... Rakai Pikatan, raja Hindu, menikahi Pramodhawardhani, putri Buddha dari Syailendra... Ini seperti kisah cinta lintas agama yang sukses menciptakan warisan budaya luar biasa... Borobudur dan Prambanan adalah simbol toleransi mereka, bukan persaingan...

---

Satu Dinasti, Banyak Raja

Pada masa Medang, kerajaan tidak seperti negara modern yang dipimpin oleh satu orang dari satu garis keturunan... Di Jawa saat itu, ada banyak raja lokal (kadang disebut raja kecil) yang berkuasa di wilayah masing-masing, tetapi mereka tunduk pada satu maharaja... Boechari mengatakan, raja-raja lokal ini memiliki silsilah sendiri, tetapi semuanya tetap bagian dari dinasti besar yang sama, yaitu Syailendra...

---

Kenapa Kita Salah Paham???

Kalau teori Poerbatjaraka dan Boechari begitu masuk akal, kenapa kita masih diajarkan tentang dua dinasti di sekolah??? Jawabannya sederhana: sejarah kadang sulit untuk dikoreksi... Teori dua dinasti sudah lama diajarkan, dan banyak buku pelajaran masih menggunakannya... Selain itu, narasi dua dinasti terdengar lebih dramatis, sehingga lebih menarik untuk diajarkan...

---

Kesimpulan: Satu Dinasti, Banyak Warisan

Jadi, apakah Wangsa Sanjaya itu nyata??? Menurut Poerbatjaraka dan Boechari, tidak ada bukti kuat yang mendukung keberadaan Wangsa Sanjaya sebagai dinasti tersendiri... Yang ada hanyalah Wangsa Syailendra, yang menciptakan warisan budaya luar biasa seperti Borobudur dan Prambanan...

Sejarah memang penuh misteri, tapi inilah yang membuatnya menarik... Seperti kata Boechari, “Sejarah perlu dikoreksi, karena tanpa koreksi, sejarah hanya akan menjadi mitos yang berulang...”

Mau satu wangsa monggo, dua wangsa ya monggo sesuaikan dengan keyakinan masing-masing. Semakin banyak teori semakin memudahkan untuk menarik kesimpulan, tentunya disertai dengan sumber data yang valid.



---

Daftar Pustaka

1. Poerbatjaraka. (1958). Riwajat Indonesia I... Jakarta: Djambatan...

2. Boechari. (1976). Epigrafi dan Sejarah Indonesia... Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional...

3. Bosch, F.D.K. (1952). Selected Studies in Indonesian Archaeology... The Hague: Martinus Nijhoff...

4. Coedes, G. (1968). The Indianized States of Southeast Asia... Honolulu: University of Hawaii Press...

5. Stutterheim, W.F. (1931). Indian Influences in Old-Balinese Culture... Amsterdam: Kon. Akademie van Wetenschappen...

6. van Naerssen, F.H. (1941). The Archaeology and History of Java and Bali... Leiden: E.J. Brill...

[copas fb rakai magelang]

Postingan populer dari blog ini

Analisis Pertanggalan Prasasti Wanua Tengah III