Tentang Tembang Macapat
Tembang adalah lirik/sajak yang mempunyai irama nada sehingga dalam bahasa Indonesia biasa disebut sebagai lagu. Salah satu tembang yang paling populer di masyarakat adalah tembang macapat.
Macapat (ꦩꦕꦥꦠ꧀) adalah tembang atau puisi tradisional Jawa. Setiap bait macapat mempunyai baris kalimat yang disebut gatra, dan setiap gatra mempunyai sejumlah suku kata (guru wilangan) tertentu, dan berakhir pada bunyi sajak akhir yang disebut guru lagu.
Biasanya macapat diartikan sebagai maca papat-papat (membaca empat-empat), yaitu maksudnya cara membaca terjalin tiap empat suku kata.
Beberapa contoh karya sastra Jawa yang ditulis dalam tembang macapat termasuk Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, dan Serat Kalatidha.
Sebagai sebuah puisi bertembang, macapat memiliki beragam jenis pola metrum atau pakem. Secara tradisional ada 15 pakem dalam macapat. Namun, secara umum macapat hanya memiliki 11 pola metrum.
Masing-masing tembang macapat sesuai pola metrum punya makna falsafah tersendiri. Mulai dari makna tentang alam ruh manusia sebelum dilahirkan, fase manusia lahir, tumbuh, mengenal cinta, sampai pada manusia meninggal dunia dan kembali ke alam ruh.
Berikut 11 tembang macapat yang menggambarkan atau menceritakan perjalanan kehidupan manusia.
1. Maskumambang
Maskumambang menceritakan tentang keadaan manusia saat masih di alam ruh yang kemudian ditanamkan dalam rahim atau gua garba seorang ibu.
2. Mijil
Pola metrum ini merupakan ilustrasi dari proses kelahiran manusia. Mijil atau mbrojol dan keluarlah jabang bayi bernama manusia.
3. Sinom
Sinom berarti penggambaran masa muda. Masa muda yang indah, penuh dengan harapan dan angan-angan.
4. Kinanthi
Pada pola kinanthi ini dicertiakan tentang masa pembentukan jatidiri dan meniti jalan menuju cita-cita. Kinanti berasal dari kata kanthi atau tuntun yang bermakna bahwa kita membutuhkan tuntunan atau jalan yang benar agar cita-cita kita bisa terwujud.
5. Asmaradana
Asmara artinya cinta. Sehingga ilustrasi pada pola metrum ini mengisahkan akan masa-masa kisah asmara, percintaan, atau larut dalam lautan kasih cinta.
6. Gambuh
Awal kata gambuh adalah jumbuh atau bersatu. Jadi pola metrum ini menceritakan soal komitmen dalam perkawinan untuk menyatukan cinta dalam satu biduk rumah tangga.
7. Dhandhanggula
Gambaran pola metrum ini, yakni kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial serta kesejahteraan, cukup sandang, papan, dan pangan.
8. Durma
Durma berasal dari kata darma. Pola metrum ini menggambarkan bahwa seseorang sedianya harus melakukan sedekah dan berbagi kepada sesama.
9. Pangkur
Pola metrum ini menggambarkan hawa nafsu manusia. Pangkur atau mungkur memiliki arti menyingkirkan hawa nafsu dan angkara murka, serta nafsu negatif yang menggerogoti jiwa.
10. Megatruh
Megatruh atau megat roh berarti terpisahnya nyawa dari jasad kita, terlepasnya ruh atau nyawa menuju keabadian. Jadi pola metrum ini mengisahkan tentang kematian manusia.
11. Pucung
Pucung berarti pocong atau jasad manusia yang dibungkus kain mori putih. Pola metrum ini menceritakan tubuh manusia yang hanya menyisakan jasad yang dibungkus kain kafan saat dikuburkan di tempat peristirahatan abadi.